Comments

Random Post

Thursday, 5 December 2013

Filsafat Islam




RELEVANSI AGAMA DENGAN FILSAFAT

Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Filsafat Islam

Dosen Pengampu:
Drs. Ahmad Rowi, M.H



 







Di Susun Oleh:
Ahmad Mu’arif
C.1.4.11.0042


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH
DEMAK
Ta. 2012


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
     Filsafat Islam pada dasarnya bertujuan untuk mempertemukan antara agama dengan filsafat. Permasalahan yang kemudian timbul adalah bagaimana mempertemukan agama sebagai wahyu Tuhan dengan filsafat sebagai hasil ciptaan dan pikiran manusia. Permaslahan ini muncul ketika kebenaran agama harus di pertemukan dengan kebenaran filsafat yang berlandaskan pemikiran dan logika.
     Alternatif jawaban atas pertanyaan tersebut tidak lebih dari tiga kemungkinan. Pertama, berpegang teguh kepada agama dan menolak filsafat. Ini adalah pendapat orang beragama yang tidak berfilsafat. Kedua, berpegang teguh kepada filsafat dan menolak agama. Ini adalah pendapat orang yang berfilsafat dengan tidak mengindahkan kaidah – kaidah agama. Ketiga, mengupayakan pemaduan antara filsafat dengan agama.

2.      Rumusan Masalah
     Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1.        Pengertian Agama
2.        Pelayanan Filsafat Terhadap Agama

3.      Tujuan
1.        Mengetahui pengertian Agama
2.        Mengetahui Pelayanan Filsafat Terhadap Agama




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Agama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Mukti Ali pernah mengatakan, “bahwa barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain kata agama”. Pernyataan ini didasarkan pada tiga alasan, yaitu[1]:
1.      Bahwa pengalaman agama adalah soal batin, subjektif, dan sangat individualis sifatnya.
2.      Barang kali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosional daripada orang yang membicarakan agama. Karena itu, setiap pembahasan tentang arti agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga kata agama sulit didefinisikan.
3.      Konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut.
Mukti Ali, M. Sastrapratedja mengatakan bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai masalah agama secara umum ialah adanya perbedaan - perbedaan dalam memahami arti agama, di samping adanya perbedaan juga dalam cara memahami serta penerimaan setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama. Setiap agama memiliki interprestasi (tafsiran) diri yang berbeda dan keluasan interprestasi diri itu juga berbeda-beda.[2]
Pengertian agama dari segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din ( دِيْنٌ  ) dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, A = tidak dan GAM = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun-temurun. Hal demikian menunjukkan pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya, ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama adalah teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa agama berarti tuntutan. Pengertian ini tampak menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai tuntunan bagi kehidupan manusia.
Selanjutnya din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan kandungan agama yang di dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut agama yang bersangkutan.
Adapun kata religi berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian itu juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab Suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Suatu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap oleh panca indra.

2.      Pelayanan Filsafat Terhadap Agama
Filsafat sekurang – kurangnya dapat menyumbangkan empat pelayanan pada agama, di antaranya:
Pertama, Salah satu masalah yang dihadapi oleh setiap agama wahyu adalah masalah interpretasi. Maksudnya, teks wahyu yang merupakan Sabda Allah selalu dan dengan sendirinya terumus dalam bahasa dari dunia. Akan tetapi segenap makna dan arti bahasa manusia tidak pernah seratus persen pasti. Itulah sebabnya kita begitu sering mengalami apa yang disebut salah paham. Hal itu juga berlaku bagi bahasa wahana wahyu. Hampir pada setiap kalimat ada kemungkinan salah tafsir. Oleh karena itu para penganut agama yang sama pun sering masih cukup berbeda dalam pahamnya tentang isi dan arti wahyu. Dengan kata lain, kita tidak pernah seratus persen merasa pasti bahwa pengertian kita tentang maksud Allah yang terungkap dalam teks wahyu memang tepat, memang itulah maksud Allah.
Oleh sebab itu, setiap agama wahyu mempunyai cara untuk menangani masalah itu. Agama Islam, misalnya, mengenai ijma' dan qias. Nah, dalam usaha manusia seperti itu, untuk memahami wahyu Allah secara tepat, untuk mencapai kata sepakat tentang arti salah satu bagian wahyu, filsafat dapat saja membantu. Karena jelas bahwa jawaban atas pertanyaan itu harus diberikan dengan memakai nalar (pertanyaan tentang arti wahyu tidak dapat dipecahkan dengan mencari jawabannya dalam wahyu saja, karena dengan demikian pertanyaan yang sama akan muncul kembali, dan seterusnya). Karena filsafat adalah seni pemakaian nalar secara tepat dan bertanggungjawab, filsafat dapat membantu agama dalam memastikan arti wahyunya.
Kedua, secara spesifik, filsafat selalu dan sudah memberikan pelayanan itu kepada ilmu yang mencoba mensistematisasikan, membetulkan dan memastikan ajaran agama yang berdasarkan wahyu, yaitu ilmu teologi. Maka secara tradisional dengan sangat tidak disenangi oleh para filosof-filsafat disebut ancilla theologiae (abdi teologi). Teologi dengan sendirinya memerlukan paham-paham dan metode - metode tertentu, dan paham-paham serta metode - metode itu dengan sendirinya diambil dari filsafat. Misalnya, masalah penentuan Allah dan kebebasan manusia (masalah kehendak bebas) hanya dapat dibahas dengan memakai cara berpikir filsafat. Hal yang sama juga berlaku dalam masalah "theodicea", pertanyaan tentang bagaimana Allah yang sekaligus Mahabaik dan Mahakuasa, dapat membiarkan penderitaan dan dosa berlangsung (padahal ia tentu dapat mencegahnya). Begitu pula Christologi (teologi kristiani tentang Yesus Kristus) mempergunakan paham - paham filsafat Yunani dalam usahanya mempersatukan kepercayaan pada hakekat nabi Yesus Kristus dengan kepercayaan bahwa Allah hanyalah satu.
Ketiga, filsafat dapat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah baru, artinya masalah-masalah yang pada waktu wahyu diturunkan belum ada dan tidak dibicarakan secara langsung dalam wahyu. Itu terutama relevan dalam bidang moralitas. Misalnya masalah bayi tabung atau pencangkokan ginjal. Bagaimana orang mengambil sikap terhadap dua kemungkinan itu : Boleh atau tidak? Bagaimana dalam hal ini ia mendasarkan diri pada agamanya, padahal dalam Kitab Suci agamanya, dua masalah itu tak pernah dibahas? Jawabannya hanya dapat ditemukan dengan cara menerapkan prinsip-prinsip etika yang termuat dalam konteks lain dalam Kitab Suci pada masalah baru itu. Nah, dalam proses itu diperlukan pertimbangan filsafat moral. Filsafat juga dapat membantu merumuskan pertanyaan-pertanyaan kritis yang menggugah agama, dengan mengacu pada hasil ilmu pengetahuan dan ideologi-ideologi masa kita, misalnya pada ajaran evolusi atau pada feminisme.
Keempat, yang dapat diberikan oleh filsafat kepada agama diberikan melalui fungsi kritisnya. Salah satu tugas filsafat adalah kritik ideologi. Maksudnya adalah sebagai berikut. Masyarakat terutama masyarakat pasca tradisional, berada di bawah semburan segala macam pandangan, kepercayaan, agama, aliran, ideologi, dan keyakinan. Semua pandangan itu memiliki satu kesamaan : Mereka mengatakan kepada masyarakat bagaimana ia harus hidup, bersikap dan bertindak. Fiisafat menganalisa claim - claim ideologi itu secara kritis, mempertanyakan dasarnya, memperlihatkan implikasinya, membuka kedok kepentingan yang barangkali ada di belakangnya.
Kritik ideologi itu dibutuhkan agama dalam dua arah. Pertama terhadap pandangan-pandangan saingan, terutama pandangan - pandangan yang mau merusak sikap jujur, takwa dan bertanggungjawab. Fisafat tidak sekedar mengutuk apa yang tidak sesuai dengan pandangan kita sendiri, melainkan mempergunakan argumentasi rasional. Agama sebaiknya menghadapi ideologi - ideologi saingan tidak secara dogmatis belaka, jadi hanya karena berpendapat lain, melainkan berdasarkan argumentasi yang obyektif dan juga dapat dimengerti orang luar.
Arah kedua menyangkut agamanya sendiri. Filsafat dapat mempertanyakan, apakah sesuatu yang oleh penganut agama dikatakan sebagai termuat dalam wahyu Allah, memang termasuk wahyu itu. Jadi, filsafat dapat menjadi alat untuk membebaskan ajaran agama dari unsur - unsur ideologis yang menuntut sesuatu yang sebenarnya tidak termuat dalam wahyu, melainkan hanya berdasarkan sebuah interpretasi subyektif. Maka filsafat membantu pembaharuan agama. Berhadapan dengan tantangan-tantangan zaman, agama tidak sekedar menyesuaikan dirinya, melainkan menggali jawabannya dengan berpaling kembali kepada apa yang sebenarnya diwahyukan oleh Allah.







BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Dari berbagai uraian di atas dapat di simpulkan bahwa filsafat mempunyai hubungan dengan agama dengan memberikan pelayanannya yang di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Membantu agama dalam mencari arti wahyu.
2.      Membetulkan dan memastikan ajaran agama yang berdasarkan wahyu.
3.      Membantu agama dalam menghadapi masalah – masalah baru.
4.      Menganalisa claim – claim ideologi secara kritis.























Daftar Pustaka

Achmadi, Asmoro. 2003. Filsafat Umum. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada
Nata, Abuddin. 2004. Metodologi Studi Islam. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.
http://untunkcell.blogspot.com/2012/02/relevansi-agama-dan-filsafat.html, di akses tanggal 02 Februari 2012


[1] A. Mukti Ali, Universitas dan Pembangunan, (Bandung; IKIP Bandung, 1971), hlm. 4. lihat kutipan Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004), cet. IX, hlm. 8.
[2] M. Sastraprateja, Agama dan Kepedulian Sosial dalam Soetjipto Wirosardjono, Agama dan Pluralitas Bangsa, (Jakarta; P3M, 1991), cet. I, hlm. 29.


Newer Post Older Post Home

0 comments:

Post a Comment