MAKALAH
FILSAFAT MORAL (ETIKA)
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Islam
Dosen Pengampu: Abdul Halim. M. Ag.
Disusun oleh :
Kelompok XI
Umi
Fatchiyah
Siti
Mukaromah
M
Yusuf Sahar
Sukron
Rosyid
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN 2011
A. Latar Belakang
Banyak
perbuatan manusia terkait dengan tindakan baik dan buruk, tapi tidak semua
tindakan adalah terkait baik dan buruk dari segi etika. Menurut kerangka
filsafat moral (moral philosophies), pertimbangan etis (ethical
judgment) tergantung kepada keyakinan individu[1]. Dalam
melakukan perbuatannya, manusia bebas melakukan pilihan. Tanpa kebebasan, tidak
ada kesengajaan, tidak ada penilaian moral dari segi etika. Sebaliknya, dalam
kesengajaan, ada penilaian moral atau disebut juga penilaian etis[2].
Manusia
dinilai oleh manusia lain melalui tindakannya Tindakan seorang manusia sangat
beragam, misalnya dapat dilihat dari cara berjalan yang indah dan anggun.
Penilaian seperti ini disebut penilaian estetis (nilai keindahan). Tindakan
manusia juga dapat dilihat berdasarkan cara makan atau berpakaian, dan ini
terkait penilaian etiket (nilai tatakrama kesopanan). Tindakan manusia juga bisa dilihat dari baik
buruknya. Jika tindakan manusia dinilai atas hal ini, dan itu dilakukan dengan
sadar atas pilihan, atau dengan perkataan lain: sengaja; maka faktor
kesengajaan menjadi penentu penilaian baik-buruk. Penilaian seperti ini disebut penilaian etis
atau moral. nilaian moral atau disebut juga penilaian etis.
Di dalam kehidupan yang begitu
kompleks seiring dengan arus globalisasi yang menerjang generasi muda seakan-
akan melunturkan budaya yang ada di dalam bangsa ini. Moralitas yang ada diluar
Negeri berbeda dengan yang ada di tanah air.
B. Rumusan Masalah
Hal- hal yang dapat dijadikan rumusan masalah
adalah:
1. Bagaiamanakah pengertian filsafat
moral / etika?
2. Bagaimanakah hubungan etika, etiket,
moralitas dan agama?
3. Bagaimanakah macam- macam etika?
4.
Bagaimanakah
hubungan moral dan hukum?
C. Pembahasan
1. Pengertian Etika
Etika berasal
dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. dalam
bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah
terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral. Etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa Latin yang artinya sama
dengan etika.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia etika diartikan dengan ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak). Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai. Misalnya
etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika berarti
kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode
etik peneliti, dll. Ketiga, etika berarti ilmu tentang yang baik atau
buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan
refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Di sini sama artinya
dengan filsafat moral.
Amoral berarti tidak berkaitan dengan moral,
netral etis. Immoral berarti tidak bermoral, tidak etis. Etika berbeda
dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata Inggris etiquette,
yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup tajam, antara lain: etiket
menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, etika menunjukkan norma
tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika berlaku baik
baik saat sendiri maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial. etiket bersifat
relatif, tergantung pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya
berkaitan dengan segi lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah[3]
Fungsi etika adalah memberi orientasi kritis dan rasional dalammenghadapi
pluralisme moral, yang diakibatkan oleh :
·
Adanya aneka pandangan moral.
·
Adanya gelombang modernisasi.
·
Munculnya bebagai ideologi.
2. Hubungan Etika, etiket, Moralitas dan agama
Etika
dan etiket
·
Persamaan
ü Keduanya menyangkut perilaku manusia.
ü Keduanya mengatur perilaku manusaia secara normatif
·
Perbedaan
ü Etiket menyangkut cara, etika menyangkut boleh atau tidak boleh suatu
tindakan dilakukan.
ü Etiket berlaku dalam pergaulan. Etika tetap berlaku, dengan atau tanpa
kehadiran orang lain.
ü Etiket lebih bersifat relatif, etika lebih bersifat absolut
ü Etiket : penampilan lahiriah, etika penampilan batiniah
Etika
dan Moralitas
·
Moralitas
ü Sistem nilai (tradisi kepercayaan dalam agama dan kepercayaan)
ü Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran, diwariskan turun temurun
ü Sebagai petunjuk konkret mausia dalam menjalankan hidupnya
·
Etika
ü Sebuah refleksi kritis dan rasional tentang nilai, ajaran dan
pandangan-pandangan moral
ü Moralitas adalah seuah ajaran, sedangkan etika adalah sebuah ilmu (ilmu
tentang moralitas)
Etika
dan Agama
ü
Agama mendasarkan diri pada wahtu,
sedangkan etika pada rasio
ü
Orang beriman menemukan orientasi dasar
kehidupannya dalam agamanya.
ü
Etika membantu memberi orientasi
rasional terhadap iman
Secara
khusus etika diperlukan untuk dua hal berikut:
·
Mengatasi interpretasi yang berbeda-beda
atas ajaran-ajaran moral yang termuat dalam wahyu
·
Membantu pemecahan masalah-masalah moral
yang baru muncul kemudian yang tidak secara langsung disinggung dalam wahyu
3. Macam- macam Etika
a.
Etika Deskriptif
Hanya
melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan suatu
kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas
yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode tertentu. Etika ini
dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi, psikologi, dll, jadi
termasuk ilmu empiris, bukan filsafat.
b.
Etika Normatif
Etika yang tidak hanya
melukiskan, melainkan melakukan penilaian (preskriptif: memerintahkan). Untuk
itu ia mengadakan argumentasi, alasan-alasan mengapa sesuatu dianggap baik atau
buruk. Etika normatif dibagi menjadi dua, etika umum yang mempermasalahkan
tema-tema umum, dan etika khusus yang menerapkan prinsip-prinsip etis ke dalam
wilayah manusia yang khusus, misalnya masalah kedokteran, penelitian. Etika
khusus disebut juga etika terapan.
c.
Metaetika
Meta berati melampaui
atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara langsung, melainkan
ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak pada tataran bahasa,
atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat
ditempatkan dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya antara lain filsuf
Inggris George Moore (1873-1958). Filsafat analitis menganggap analisis bahasa
sebagai bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat.
Salah satu masalah yang
ramai dibicarakan dalam metaetika adalah the is/ought question, yaitu apakah
ucapan normatif dapat diturunkan dari ucapan faktual. Kalau sesuatu merupakan
kenyataan (is), apakah dari situ dapat disimpulkan bahwa sesuatu harus atau
boleh dilakukan (ought).
Dalam dunia modern
terdapat terutama tiga situasi etis yang menonjol. Pertama, pluralisme moral,
yang timbul berkat globalisasi dan teknologi komunikasi. Bagaimana seseorang
dari suatu kebudayaan harus berperilaku dalam kebudayaan lain. ini menyangkut
lingkup pribadi. Kedua, masalah etis baru yang dulu tidak terduga, terutama
yang dibangkitkan oleh adanya temuan-temuan dalam teknologi, misalnya dalam
biomedis. Ketiga, adanya kepedulian etis yang universal, misalnya dengan
dideklarasikannya HAM oleh PBB pada 10 Desember 1948[4].
4. Moral dan Hukum
Hukum dijiwai oleh
moralitas. Dalam kekaisaran Roma terdapat pepatah quid leges sine moribus
(apa arti undang-undang tanpa moralitas?). Moral juga membutuhkan hukum agar
tidak mengawang-awang saja dan agar berakar kuat dalam kehidupan masyarakat.
Sedikitnya ada empat
perbedaan antara moral dan hukum. Pertama, hukum lebih dikodifikasi
daripada moralitas, artinya dituliskan dan secara sistematis disusun dalam
undang-undang. Karena itu hukum memunyai kepastian lebih besar dan lebih
objektif. Sebaliknya, moral lebih subjektif dan perlu banyak diskusi untuk
menentukan etis tidaknya suatu perbuatan. Kedua, hukum membatasi diri
pada tingkah laku lahiriah, sedangkan moral menyangkut juga aspek batiniah. Ketiga,
sanksi dalam hukum dapat dipaksakan, misalnya orang yang mencuri dipenjara. Sedangkan
moral sanksinya lebih bersifat ke dalam, misalnya hati nurani yang tidak
tenang, biarpun perbuatan itu tidak diketahui oleh orang lain. Kalau perbuatan
tidak baik itu diketahui umum, sanksinya akan lebih berat, misalnya rasa malu. Keempat,
hukum dapat diputuskan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak
negara. Tetapi moralitas tidak dapat diputuskan baik-buruknya oleh masyarakat.
Moral menilai hukum dan bukan sebaliknya.
D. Kesimpulan
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan etika adalah ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak). Macam- macam etika dibagi dalam tiga macam yaitu : etika diskriptif, etika normative dan
metaetika. Moral membutuhkan hukum agar tidak mengawang-awang saja dan agar berakar
kuat dalam kehidupan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia
http://bermenschool.wordpress.com/2008/11/07/etika-filsafat-moral/, di akses tanggal 25 Desember 2010
http://www.warsidi.com/2009/11/dimensions-of-moral-philosopies-dimensi.html,
di akses tanggal 3 Januari 2011
http://danivn191219.blog.friendster.com/2009/03/k-4-epistemologi-metafisika-etika/,
di
akses tanggal 3 Januari 2011
[1] http://www.warsidi.com/2009/11/dimensions-of-moral-philosopies-dimensi.html
[2] http://danivn191219.blog.friendster.com/2009/03/k-4-epistemologi-metafisika-etika/
[3] http://bermenschool.wordpress.com/2008/11/07/etika-filsafat-moral/, di akses tanggal 25 Desember 2010
[4]
Ibid
0 comments:
Post a Comment