Comments

Random Post

Saturday, 9 November 2013

RELEVANSI AGAMA DAN FILSAFAT


MAKALAH

RELEVANSI AGAMA DAN FILSAFAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Islam
Dosen Pengampu: Abdul Halim,. M. Ag.





Disusun oleh :
Kelompok VIII
Untung Ali Romdon
Nailul Muna
Muflih
Hadi Prayitno

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN 2010


A.    Latar Belakang

Ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflektif dengan manusia. Dikatakan terkait karena ketiganya tidak dapat bergerak dan berkembang apabila tidak ada tiga alat dan tenaga utama yang berada dalam diri manusia. Tiga alat dan tenaga utama manusia adalah akal pikiran, rasa, dan keyakinan sehingga dengan ketiga hal tersebut manusia dapat mencapai kebahagiaan bagi dirinya.
Menurut Prof. Nasroen, S.H., mengatakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan pada agama. Malahan filsafat yang sejati itu adalah terkandung dalam agama. Apabila filsafat tidak berdasarkan pada agama dan filsafat hanya semata-mata berdasarkan atas akal pikir saja, maka filsafat tersebut tidak akan memuat kebenaran yang obyektif, karena yang memberikan penerangan dan putusan adalah akal pikiran. Sedangkan kesanggupan akal pikiran terbatas, sehingga filsafat yang hanya berdasarkan pada akal pikiran semata-mata tidak akan sanggup memberi kepuasan bagi manusia, terutama dalam rangka pemahamannya terhadap Yang Ghaib. [1]

B.     Rumusan Masalah

Hal yang dapat dijadikan rumusan masalah adalah:
1.      Apakah pengertian agama?
2.      Apakah filsafat ilmu pengetahuan yang otonom?
3.      Bagaimanakah perbandingan antara ilmu pengetahuan, filsafat dan agama?

C.      Pembahasan

1.     Pengertian Agama

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya
Mukti Ali pernah mengatakan, bahwa barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain kata agama”. Pernyataan ini didasarkan pada tiga alasan, yaitu [2]:
1)        bahwa pengalaman agama adalah soal batin, subjektif, dan sangat individualis sifatnya.
2)        Barang kali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosional daripada orang yang membicarakan agama. Karena itu, setiap pembahasan tentang arti agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga kata agama sulit didefinisikan.
3)        konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut.
Mukti Ali, M. Sastrapratedja mengatakan bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai masalah agama secara umum ialah adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama, di samping adanya perbedaan juga dalam cara memahami serta penerimaan setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama. Setiap agama memiliki interprestasi (tafsiran) diri yang berbeda dan keluasan interprestasi diri itu juga berbeda-beda.[3]
Pengertian agama dari segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din (دِيْنٌ) dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, A = tidak dan GAM = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun-temurun. Hal demikian menunjukkan pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya, ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama adalah teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa agama berarti tuntutan. Pengertian ini tampak menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai tuntunan bagi kehidupan manusia.
Selanjutnya din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan kandungan agama yang di dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut agama yang bersangkutan.
Adapun kata religi berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian itu juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab Suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Suatu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap oleh panca indra.

1.      Filsafat adalah Ilmu Pengetahuan yang Otonom (Berdiri Sendiri)

Mengenai filsafat adalah ilmu pengetahuan yang otonom, disini terdapat perselisihan pendapat. Maka kami akan menampilkannya, yaitu sebagai berikut[4]:
1.     Ada yang mengatakan : Filsafat berdasarkan dan berpangkalan pada wahyu (revelation) dari Tuhan, konsekuensinya adalah filsafat bukanlah suatu ilmu yang berdiri sendiri, yang otonom, tidak berdasarkan kodrat akal budi manusia, melainkan sama sekali tergantung dari dan ditentukan isinya oleh agama. Eksistensinya filsafat menjadi filsafat agama. Dalam eksistensinya yang demikian ini filsafat agama dapatlah dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
1.      Filsafat agama pada umumnya ini adalah hasil pemikiran dasar-dasar agama yang bersifat analitis, rasional, dan kritis, tetapi bebas (terlepas) dari ajaran-ajaran agama. Dalam pembahasannya tentang ajaran-ajaran agama disatu pihak bersifat membenarkan dan di pihak bisa bersifat mengingkarinya. Oleh karena itu pembahasannya berkisar pada sifat pertanyaan yang hakiki seperti antara lain : Apakah agama itu?, Dari manakah asalnya agama itu?, Apakah tujuan agama itu?, Dimanakah batas akhirnya agama itu?
2.      Filsafat sesuatu agama atau teologi (ilmu agama) membahas dasar-dasar yang terdalam tentang suatu agama tertentu, misalnya: teologi Islam, teologi Nasrani, teologi Yahudi. Pembahasannya masing-masing tidak lagi mempermasalahkan kebenaran agama yang dibahasnya itu, karena telah diterima sepenuhnya sebagai kebenaran. Sifat pembahasannya juga bersifat analitis, rasional, dan kritis dengan tujuan memberikan alasan rasional dari pembenaran agama itu. Jadi tugas filsafat di sini ialah berusaha mengantarkan ajaran-ajaran agama itu ke dalam budi manusia sehingga dapatlah diterima dan dipahami sepenuhnya secara rasional.
2.     Ada pula yang mengatakan : Yang ada pada kita, yaitu hanya akal budi manusia saja; agama dan kepercayaan mereka anggap kolot atau ketinggalan zaman, paling banter hanya perasaan saja. Untuk pendapat ini patutlah ditampilkan aliran filsafat rationalisme dengan tokoh-tokohnya antara lain :
1)             Rene Descartes (nama latinnya Cartesius) yang terkenal dengan ucapannya “Cogi ergo sum; jepense doncje suis; sive existo “, yang berarti ” Saya berfikir karena itu saya ada”.
2)             Benedictus ce Spinoza. Ia dikenal dengan ajarannya tentang substansi yang disebut monisme. Hanya ada satu substansi yang meliputi segala sesuatu yang dinamakannya “deus sive substance” atau ” deus sive natura”. Hal ini menampakkan diri dalam dua jenis bentuk. Yang satu mempunyai tanda yang berupa keluasan/kelapangan, sedangkan yang lain tandanya ialah kesadaran.
3)             Gottfried Wilhelm Leibnitz. Ia terkenal dengan ajarannya tentang “monade”. Bahwa yang merupakan kekuatan yang sebenarnya adalah gaya atau kekuatan. Pusat-pusat gaya atau kekuatan itu mempunyai kesadaran dan kehendak seperti roh atau jiwa kita yang disebut monade-monade.
Aliran filsafat lain yang ditampilkan adalah materialisme. Dalam pandangan filsafat ini, baik yang kolot maupun yang modern manusia pada instansi terakhir adalah benda dunia (materi) seperti benda lainnya. Aliran ini tidak langsung menyamakan antara manusia dengan hewan, tetapi nanti pada akhirnya pada dasarnya atau pada prinsipnya. Dari segi bentuk manusia memang lebih unggul, tetapi pada hakikatnya sama saja. Jadi manusia hanyalah resultante atau akibat dari proses-proses unsur kimia belaka. Tokoh-tokohnya yang terkenal ialah Ludwig Feuerbach, Karl Marx, Friedrich Nietzsche, dan lain-lain.
Menurut Filsuf Bertrand Russell: Antara agama dan ilmu pengetahuan terletak suatu daerah yang tak bertuan. Daerah ini diserang baik oleh agama maupun ilmu pengetahuan. Daerah tak bertuan ini adalah filsafat.
Filsafat sebagai ilmu tidaklah berdasarkan atau berpangkalan pada wahyu Allah/ agama melainkan adalah otonom di lapangannya sendiri, merupakan suatu ilmu tersendiri. Jadi filsafat bukan agama dan agama bukan filsafat.

3.     Perbandingan Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Agama

Mengenai perbandingan antara ilmu pengetahuan, filsafat dan agama ini berikut saya akan tampilkan tentang persamaan dan perbedaannya, yaitu :
1.      Adapun titik persamaannya adalah sebagai berikut :
a)         Ketiganya baik ilmu pengetahuan, filsafat maupun agama merupakan sumber atau wadah kebenaran (obyektivitas) atau bentuk pengetahuan.
b)        Dalam pencarian kebenaran itu ketiga bentuk pengetahuan itu masing-masing mempunyai metode, system dan mengolah obyeknya selengkapnya sampai habis-habisan.
c)      Ilmu pengetahuan bertujuan mencari kebenaran tentang mikro-kosmos (manusia), makro-kosmos (alam) dan eksistensi Tuhan/Allah.
2.      Sedangkan titik perbedaannya adalah sebagai berikut :
a)       Sumber kebenaran pengetahuan dan filsafat adalah sama, keduanya dari manusia itu sendiri dalam arti pikiran pengalaman dan intuisinya. Oleh karena itu disebut juga bersifat horizontal dan immanent (tetap ada). Sumber kebenaran agama adalah dari Allah di langit, karena itu disebut juga bersifat vertical dan transcendental/ diluar pengertian dan pengalaman manusia biasa.
b)       Approach (pendekatan) kebenaran ilmu pengetahuan, yaitu dengan jalan riset, pengalaman (empiri), dan percobaan sebagai tolak ukurnya. Approach kebenaran filsafat, yaitu dengan jalan perenungan (spekulatif) dari akal budi manusia secara radikal, sistematis dan universal tanpa pertolongan dan bantuan dari wahyu Allah. Approach kebenaran agama dengan jalan berpaling kepada wahyu Allah yang dikodifikasikan dalam kitab suci Taurat, Injil, dan Al-Qur’an.
c)       Tujuan ilmu pengetahuan itu hanyalah bersifat teoritis, demi ilmu pengetahuan dan umumnya pengamalannya untuk tujuan ekonomi praktis atau kenikmatan jasmani manusia. Tujuan filsafat ialah kecintaan kepada pengetahuan yang bijaksana dengan hasil kedamaian dan kepuasan jiwa yang sedalam-dalamnya. Tujuan agama adalah kedamaian, keharmonisan, kebahagiaan, keselamatan, keselarasan, dan keridhaan Allah.

D.    Kesimpulan

Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan , yaitu :
1.      gama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya
2.      Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang otonom
3.      Ilmu berdasarkan pada akal pikir lewat pengalaman dan indera, dan filsafat mendasarkan pada otoritas akal murni secara bebas dalam penyelidikan terhadap kenyataan dan pengalaman terutama dikaitkan dengan kehidupan manusia. Sedangkan agama mendasarkan pada otoritas wahyu.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. 2003. Filsafat Umum. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada
Antoni, Yuzar, lihat di http://antoniyuzar.wordpress.com/2009/07/27/relevansi-filsafat-dengan-agama/, di akses tanggal 25 Desember 2010
Nata, Abuddin. 2004. Metodologi Studi Islam. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.
Salam, Burhanuddin. 2003. Pengantar Filsafat. Jakarta; PT. Bumi Aksara.


[1] http://antoniyuzar.wordpress.com/2009/07/27/relevansi-filsafat-dengan-agama/
[2] A. Mukti Ali, Universitas dan Pembangunan, (Bandung; IKIP Bandung, 1971), hlm. 4. lihat kutipan Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004), cet. IX, hlm. 8.
[3] M. Sastraprateja, Agama dan Kepedulian Sosial dalam Soetjipto Wirosardjono, Agama dan Pluralitas Bangsa, (Jakarta; P3M, 1991), cet. I, hlm. 29. lihat kutipan Ibid.
[4] Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta; PT. Bumi Aksara, 2003), cet. V, hlm. 156-158

Newer Post Older Post Home

0 comments:

Post a Comment