MAKALAH
RELEVANSI AGAMA DAN FILSAFAT
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Islam
Dosen Pengampu: Abdul Halim,. M. Ag.
Disusun oleh :
Kelompok VIII
Untung Ali Romdon
Nailul
Muna
Muflih
Hadi
Prayitno
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN 2010
A. Latar Belakang
Ilmu
pengetahuan, filsafat, dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflektif
dengan manusia. Dikatakan terkait karena ketiganya tidak dapat bergerak dan
berkembang apabila tidak ada tiga alat dan tenaga utama yang berada dalam diri
manusia. Tiga alat dan tenaga utama manusia adalah akal pikiran, rasa, dan
keyakinan sehingga dengan ketiga hal tersebut manusia dapat mencapai
kebahagiaan bagi dirinya.
Menurut Prof.
Nasroen, S.H., mengatakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan pada
agama. Malahan filsafat yang sejati itu adalah terkandung dalam agama. Apabila
filsafat tidak berdasarkan pada agama dan filsafat hanya semata-mata
berdasarkan atas akal pikir
saja, maka filsafat tersebut tidak akan memuat kebenaran yang obyektif, karena
yang memberikan penerangan dan putusan adalah akal pikiran. Sedangkan
kesanggupan akal pikiran terbatas, sehingga filsafat yang hanya berdasarkan
pada akal pikiran semata-mata tidak akan sanggup memberi kepuasan bagi manusia,
terutama dalam rangka pemahamannya terhadap Yang Ghaib. [1]
B. Rumusan Masalah
Hal yang dapat dijadikan rumusan masalah
adalah:
1.
Apakah
pengertian agama?
2.
Apakah
filsafat ilmu pengetahuan yang otonom?
3.
Bagaimanakah
perbandingan antara ilmu pengetahuan, filsafat dan agama?
C. Pembahasan
1. Pengertian Agama
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia agama adalah ajaran, sistem yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya
Mukti Ali pernah mengatakan, “bahwa barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi
pengertian dan definisi selain kata agama”. Pernyataan ini didasarkan
pada tiga alasan, yaitu [2]:
1)
bahwa
pengalaman agama adalah soal batin, subjektif, dan sangat individualis
sifatnya.
2)
Barang kali
tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosional daripada orang yang
membicarakan agama. Karena itu, setiap pembahasan tentang arti agama selalu ada
emosi yang melekat erat sehingga kata agama sulit didefinisikan.
3)
konsepsi
tentang agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi
tersebut.
Mukti Ali, M. Sastrapratedja mengatakan
bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai masalah agama secara umum
ialah adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama, di samping adanya
perbedaan juga dalam cara memahami serta penerimaan setiap agama terhadap suatu
usaha memahami agama. Setiap agama memiliki interprestasi (tafsiran) diri yang
berbeda dan keluasan interprestasi diri itu juga berbeda-beda.[3]
Pengertian agama dari segi bahasa dapat kita
ikuti antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya, dalam
masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din (دِيْنٌ) dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa.
Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Menurut satu pendapat,
demikian Harun Nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, A =
tidak dan GAM = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi
secara turun-temurun. Hal demikian menunjukkan pada salah satu sifat agama,
yaitu diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya.
Selanjutnya, ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama adalah teks atau kitab
suci, dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan
lagi bahwa agama berarti tuntutan. Pengertian ini tampak menggambarkan salah
satu fungsi agama sebagai tuntunan bagi kehidupan manusia.
Selanjutnya din dalam bahasa Semit
berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti
menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian ini
juga sejalan dengan kandungan agama yang di dalamnya terdapat
peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut agama
yang bersangkutan.
Adapun kata religi berasal dari
bahasa Latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa
asal kata religi adalah relegere yang mengandung arti
mengumpulkan dan membaca. Pengertian itu juga sejalan dengan isi agama yang
mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab
Suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari
kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang
mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Ikatan ini
mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan
itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Suatu kekuatan
gaib yang tak dapat ditangkap oleh panca indra.
1. Filsafat adalah Ilmu Pengetahuan yang Otonom (Berdiri Sendiri)
Mengenai filsafat adalah
ilmu pengetahuan yang otonom, disini terdapat perselisihan pendapat. Maka kami
akan menampilkannya, yaitu sebagai berikut[4]:
1.
Ada yang mengatakan : Filsafat berdasarkan dan
berpangkalan pada wahyu (revelation) dari Tuhan,
konsekuensinya adalah filsafat bukanlah suatu ilmu yang berdiri sendiri, yang
otonom, tidak berdasarkan kodrat akal budi manusia, melainkan sama sekali
tergantung dari dan ditentukan isinya oleh agama. Eksistensinya filsafat
menjadi filsafat agama. Dalam eksistensinya yang demikian ini filsafat
agama dapatlah dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
1.
Filsafat agama pada umumnya ini adalah hasil
pemikiran dasar-dasar agama yang bersifat analitis, rasional, dan kritis,
tetapi bebas (terlepas) dari ajaran-ajaran agama. Dalam pembahasannya tentang
ajaran-ajaran agama disatu pihak bersifat membenarkan dan di pihak bisa
bersifat mengingkarinya. Oleh karena itu pembahasannya berkisar pada sifat
pertanyaan yang hakiki seperti antara lain : Apakah agama itu?, Dari manakah asalnya agama itu?, Apakah
tujuan agama itu?, Dimanakah batas akhirnya
agama itu?
2. Filsafat
sesuatu agama atau teologi (ilmu agama) membahas dasar-dasar yang terdalam
tentang suatu agama tertentu, misalnya: teologi Islam, teologi Nasrani, teologi
Yahudi. Pembahasannya masing-masing tidak lagi mempermasalahkan kebenaran agama
yang dibahasnya itu, karena telah diterima sepenuhnya sebagai kebenaran. Sifat
pembahasannya juga bersifat analitis, rasional, dan kritis dengan tujuan
memberikan alasan rasional dari pembenaran agama itu. Jadi tugas filsafat di
sini ialah berusaha mengantarkan ajaran-ajaran agama itu ke dalam budi manusia
sehingga dapatlah diterima dan dipahami sepenuhnya secara rasional.
2.
Ada pula yang mengatakan : Yang ada pada kita,
yaitu hanya akal budi manusia saja; agama dan kepercayaan mereka anggap kolot
atau ketinggalan zaman, paling banter hanya perasaan saja. Untuk pendapat
ini patutlah ditampilkan aliran filsafat rationalisme dengan
tokoh-tokohnya antara lain :
1)
Rene Descartes (nama latinnya Cartesius)
yang terkenal dengan ucapannya “Cogi ergo sum; jepense
doncje suis; sive existo “, yang berarti ” Saya
berfikir karena itu saya ada”.
2)
Benedictus ce Spinoza. Ia dikenal dengan
ajarannya tentang substansi yang disebut monisme. Hanya ada satu substansi yang meliputi segala sesuatu yang
dinamakannya “deus sive substance” atau ” deus sive natura”. Hal ini menampakkan diri dalam dua jenis bentuk. Yang satu
mempunyai tanda yang berupa keluasan/kelapangan, sedangkan yang lain tandanya
ialah kesadaran.
3)
Gottfried Wilhelm Leibnitz. Ia terkenal
dengan ajarannya tentang “monade”. Bahwa yang merupakan kekuatan yang sebenarnya adalah gaya atau
kekuatan. Pusat-pusat gaya atau kekuatan itu mempunyai kesadaran dan kehendak
seperti roh atau jiwa kita yang disebut monade-monade.
Aliran filsafat lain yang
ditampilkan adalah materialisme. Dalam pandangan filsafat ini, baik yang kolot maupun yang modern
manusia pada instansi terakhir adalah benda dunia (materi) seperti benda
lainnya. Aliran ini tidak langsung menyamakan antara manusia dengan hewan,
tetapi nanti pada akhirnya pada dasarnya atau pada prinsipnya. Dari segi bentuk
manusia memang lebih unggul, tetapi pada hakikatnya sama saja. Jadi manusia
hanyalah resultante atau akibat dari proses-proses unsur kimia belaka.
Tokoh-tokohnya yang terkenal ialah Ludwig
Feuerbach, Karl Marx, Friedrich Nietzsche, dan
lain-lain.
Menurut Filsuf Bertrand
Russell: Antara agama dan ilmu pengetahuan
terletak suatu daerah yang tak bertuan. Daerah ini diserang baik oleh agama
maupun ilmu pengetahuan. Daerah tak bertuan ini adalah filsafat.
Filsafat sebagai ilmu
tidaklah berdasarkan atau berpangkalan pada wahyu Allah/ agama melainkan adalah
otonom di lapangannya sendiri, merupakan suatu ilmu tersendiri. Jadi filsafat
bukan agama dan agama bukan filsafat.
3. Perbandingan Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Agama
Mengenai perbandingan
antara ilmu pengetahuan, filsafat dan agama ini berikut saya akan tampilkan
tentang persamaan dan perbedaannya, yaitu :
1.
Adapun titik persamaannya adalah sebagai berikut
:
a)
Ketiganya baik ilmu pengetahuan, filsafat maupun agama merupakan
sumber atau wadah kebenaran (obyektivitas) atau bentuk pengetahuan.
b)
Dalam pencarian kebenaran itu
ketiga bentuk pengetahuan itu masing-masing mempunyai metode, system dan
mengolah obyeknya selengkapnya sampai habis-habisan.
c)
Ilmu pengetahuan bertujuan
mencari kebenaran tentang mikro-kosmos (manusia), makro-kosmos (alam) dan
eksistensi Tuhan/Allah.
2.
Sedangkan titik perbedaannya adalah sebagai berikut
:
a)
Sumber kebenaran pengetahuan dan filsafat adalah sama, keduanya dari
manusia itu sendiri dalam arti pikiran pengalaman dan intuisinya. Oleh karena
itu disebut juga bersifat horizontal dan immanent (tetap ada). Sumber kebenaran
agama adalah dari Allah di langit, karena itu disebut juga bersifat vertical
dan transcendental/ diluar pengertian dan pengalaman manusia biasa.
b)
Approach (pendekatan) kebenaran
ilmu pengetahuan, yaitu dengan jalan riset,
pengalaman (empiri), dan percobaan sebagai tolak ukurnya. Approach kebenaran filsafat, yaitu dengan
jalan perenungan (spekulatif) dari akal budi manusia secara radikal, sistematis
dan universal tanpa pertolongan dan bantuan dari wahyu Allah. Approach kebenaran agama dengan jalan
berpaling kepada wahyu Allah yang dikodifikasikan dalam kitab suci Taurat,
Injil, dan Al-Qur’an.
c)
Tujuan
ilmu pengetahuan itu hanyalah bersifat teoritis, demi ilmu pengetahuan dan
umumnya pengamalannya untuk tujuan ekonomi praktis atau kenikmatan jasmani
manusia. Tujuan filsafat ialah kecintaan kepada pengetahuan yang bijaksana
dengan hasil kedamaian dan kepuasan jiwa yang sedalam-dalamnya. Tujuan agama
adalah kedamaian, keharmonisan, kebahagiaan, keselamatan, keselarasan, dan
keridhaan Allah.
D. Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas
dapat disimpulkan , yaitu :
1.
gama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya
2. Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang otonom
3.
Ilmu berdasarkan pada akal pikir lewat pengalaman dan indera, dan filsafat mendasarkan pada
otoritas akal murni secara bebas dalam penyelidikan terhadap kenyataan dan
pengalaman terutama dikaitkan dengan kehidupan manusia. Sedangkan agama mendasarkan
pada otoritas wahyu.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. 2003. Filsafat Umum. Jakarta; PT. Raja Grafindo
Persada
Antoni, Yuzar, lihat di http://antoniyuzar.wordpress.com/2009/07/27/relevansi-filsafat-dengan-agama/, di akses tanggal 25 Desember 2010
Nata,
Abuddin. 2004. Metodologi Studi Islam. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.
Salam, Burhanuddin. 2003. Pengantar Filsafat. Jakarta; PT. Bumi
Aksara.
[1]
http://antoniyuzar.wordpress.com/2009/07/27/relevansi-filsafat-dengan-agama/
[2]
A. Mukti Ali, Universitas dan Pembangunan, (Bandung; IKIP Bandung,
1971), hlm. 4. lihat kutipan Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada,
2004), cet. IX, hlm. 8.
[3] M. Sastraprateja, Agama dan
Kepedulian Sosial dalam
Soetjipto Wirosardjono, Agama dan Pluralitas Bangsa, (Jakarta; P3M, 1991), cet. I, hlm. 29.
lihat kutipan Ibid.
[4]
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta; PT. Bumi Aksara,
2003), cet. V, hlm. 156-158
0 comments:
Post a Comment